Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita mendengar istilah mubazir. Sebuah kata sederhana, namun mengandung makna yang dalam dan peringatan keras bagi setiap muslim. Mubazir bukan sekadar soal membuang makanan atau harta benda, tetapi juga mencerminkan bagaimana seseorang memperlakukan nikmat Allah tanpa rasa syukur dan tanggung jawab.
Allah ﷻ dengan tegas mengingatkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat 27:
“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan, dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Ayat ini bukan hanya memperingatkan kita agar tidak boros dalam harta, tetapi juga agar tidak menyia-nyiakan waktu, tenaga, ilmu, dan kesempatan yang Allah berikan. Mubazir adalah tanda lemahnya rasa syukur dan bukti bahwa seseorang belum memahami hakikat nikmat Allah secara utuh.
⚡ Hakikat Mubazir Menurut Islam
Mubazir berasal dari kata israf, yang berarti melampaui batas dalam menggunakan sesuatu yang halal, tanpa tujuan yang benar. Islam tidak melarang kita menikmati nikmat dunia, tetapi melarang berlebihan dan menyalahgunakan nikmat tersebut.
Dalam hadits riwayat Ahmad, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Makan dan minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah tanpa kesombongan dan pemborosan.”
Dari hadits ini, jelas bahwa Islam mengajarkan keseimbangan — menikmati nikmat Allah dengan cara yang wajar dan penuh syukur. Seorang muslim sejati bukanlah yang hidup miskin dan sengsara, melainkan yang menggunakan rezekinya dengan bijak dan menghindari kesia-siaan.
💸 Bentuk-Bentuk Mubazir di Kehidupan Santri
Mubazir tidak hanya tentang uang atau makanan. Di lingkungan pesantren, banyak bentuk mubazir yang sering terjadi tanpa disadari:
Mubazir Waktu
Santri yang menghabiskan waktu dengan bermain, bergurau berlebihan, atau tidur tanpa tujuan telah menyia-nyiakan waktu yang seharusnya digunakan untuk menuntut ilmu. Padahal waktu adalah nikmat yang tak ternilai. Rasulullah ﷺ bersabda:“Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu padanya: nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Mubazir Ilmu
Ilmu yang tidak diamalkan adalah mubazir. Banyak santri pandai membaca kitab, tapi lupa mengamalkannya dalam akhlak. Ilmu seharusnya membentuk karakter, bukan sekadar menambah pengetahuan.Mubazir Energi
Tenaga yang Allah berikan seharusnya digunakan untuk kebaikan — membantu sesama, beribadah, dan menambah manfaat bagi umat. Jika tenaga dipakai untuk malas, berkelahi, atau membantah guru, maka itu juga termasuk mubazir.Mubazir Harta
Membeli sesuatu yang tidak perlu, membuang makanan di dapur, atau boros dalam jajan, semua itu bentuk nyata pemborosan yang tidak disukai Allah.
🌾 Dampak Buruk Mubazir
Menghapus Keberkahan Rezeki
Orang yang suka bermubazir akan kehilangan keberkahan dari rezekinya. Meski hartanya banyak, hatinya tetap sempit dan tidak pernah merasa cukup.Menumbuhkan Sifat Malas dan Lalai
Kebiasaan mubazir membuat seseorang lengah, sulit fokus pada tujuan hidup, dan akhirnya menjauh dari keberhasilan dunia dan akhirat.Menyerupai Sifat Syaitan
Allah menyebut orang yang mubazir sebagai saudara syaitan. Sebab mereka sama-sama tidak menghargai nikmat yang diberikan oleh Allah ﷻ.Menurunkan Martabat Diri dan Umat
Ketika umat Islam tidak bisa mengatur rezekinya, tidak bisa menghargai waktu, dan tidak produktif, maka umat akan tertinggal dan kehilangan kehormatannya di mata dunia.
🌤️ Cara Menghindari Sifat Mubazir
Selalu Bersyukur atas Nikmat Allah
Setiap kali makan, belajar, atau menerima rezeki, tanamkan dalam hati bahwa semua itu datang dari Allah. Rasa syukur akan menahan kita dari pemborosan.Gunakan Waktu Secara Produktif
Isi waktu dengan hal-hal bermanfaat seperti menghafal Al-Qur’an, menulis, membantu teman, atau membaca kitab. Waktu yang digunakan dengan baik akan menjadi amal jariyah.Sederhana dalam Segala Hal
Rasulullah ﷺ hidup dengan penuh kesederhanaan meski beliau mampu memiliki lebih banyak. Belajarlah untuk cukup dengan yang ada, tanpa iri terhadap orang lain.Jadilah Santri yang Hemat dan Bijak
Hemat bukan berarti pelit, tetapi pandai mengatur. Jika santri mampu menghemat uang jajan dan menabung untuk hal baik, maka itu bagian dari jihad melawan hawa nafsu.Niatkan Semua Aktivitas Karena Allah
Belajar, makan, bahkan tidur — jika diniatkan karena Allah, maka semua menjadi ibadah. Dengan niat yang benar, tak ada waktu yang terbuang sia-sia.
💫 Penutup: Mubazir Adalah Cermin Hati yang Lalai
Santri Al-Ikhwah yang dirahmati Allah,
Ketahuilah, mubazir bukan hanya dosa kecil yang bisa diremehkan. Ia adalah penyakit hati yang menumpulkan rasa syukur dan menghalangi keberkahan hidup.
Mulailah dari hal kecil — habiskan makananmu, gunakan waktu dengan ilmu, dan jadikan setiap detik sebagai ladang pahala. Jangan biarkan syaitan menipu dengan rasa “nanti saja,” karena waktu yang berlalu tak akan pernah kembali.
Ingatlah firman Allah dalam QS. Al-A’raf: 31:
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Semoga kita semua menjadi santri yang berilmu, bersyukur, dan bijak dalam menggunakan setiap nikmat Allah.
Karena sejatinya, kemuliaan seorang santri tidak terletak pada banyaknya harta, tapi pada kemampuannya menjaga amanah nikmat agar tidak mubazir.
